Disil's stuff

A bunch of randomness #8

"Craig, I'm sorry to have to tell you that we're going to have to cancel going to Indonesia. My bonus from work hasn't been paid into my account and I only have enough money to buy one ticket," my dad said.

"You have already promised it to me! It's no use, I'm on my way!" I said, tears coming out of my eyes.

I went to my room and smashed the piggybank in the old cabinet. "Clatter! Crack! Smash!" was the sound you could hear after the piggy bank had fallen down and smashed to pieces.

My dad had bought a ticket for me before, and he gave it to me the night before. So I packed my bags and jumped out of my bedroom window. "Fuck it," I said, walking away.

Luckily, I have all the important documents with me, including my passport.


"Anak-anak, kerjakan soal Latihan 5.1 di halaman 96 ya, ibu mau ke toilet sebentar," kata bu guru. Tentu saja itu cuma sebuah alasan. Aku ndak senaif itu ya, percaya kalau dia mau ke toilet.

Di jam 11, tukang bakso lewat didepan SD, dan biasanya kalau hari rabu & jum'at para guru suka membeli mi ayam. Persisnya 14 bungkus. Bisa dibilang guru-guru ini punya "circle" alias perkumpulan, bahasa jeleknya ya "genk tapi tidak jahat".

"Eh Aden, sini-sini, gabung!" kata Agni. "Apaan sih, mau ngerumpi yak?" ucapku dengan ketus sambil melotot ke serkel mereka.

"Ngga, katanya dideket rumah kamu ada orang luar pindahan ya?"

"Ho, maksud?" aku garuk-garuk kepala.

"Itu lo, eh, dev, david, siapa tu namanya," kata Agni terbata-bata.

"Oh, Dave. Halah, ndak jelas. Kemaren make WC di rumah guwe, terus ngga disiram bekasnya,"

Sontak mereka teriak "idih, jiji amat!"

"Iya, mana dia nggak sopan lagi, masuk rumah langsung mlebu ndak salam ndak copot sepatu," tambahku. Sebetulnya ini biar terliat dramatis aja, soalnya males aku ditakoni kayak beginian.

"Mungkin di luar negeri kaya gitu ya adabnya.." kata Agni, mencoba menurunkan tingkat pandangan negatif konconya yang misuh-misuh.


"Dave, I am really, really sorry for my shouting at you last night," my dad said, through a hole in my bedroom door. He speaks slowly, and his voice sounds tight and cracking.

Inside the room, I hid under the blanket. I don't care about anything. I have tried to socialize with kids around here before, but it doesn't work. I have to find a way to fit myself in this country.

To be honest, I've bought an English-Indonesia dictionary. It did help me to learn the language, but I'm sure I will get laughed at by locals because of how formal it sounds.

ges idenya mentok sampe sini utk plot ini jadi langsung ganti event ya


Kalender sudah menunjukkan tanggal 15 Agustus. Kami dari warga gang gepenk sudah kasak kusuk soal lomba 17an. Kata Pak RT, tahun ini lombanya dikurangi, karena Masjid kampung sedang gencar-gencarnya menarik sumbangan untuk pembangunan.

Di satu sisi, aku masih pengen diadakan lomba. Sebagai seorang pemakan kerupuk yang handal, aku tidak rela jika tiba-tiba ndak ada lomba seperti ini. Ndak bisa menunjukkan skill yang dipunya.

"Heh bengong aja, awas kesambet," ucap Aden, membuyarkan pikiran hampaku.

"Apa sih gaje datengΒ² ngagetin, btw gw mau cerita boleh ga?"

"Cerita paan?"

"Soal lomba 17an. Gimana ya, apa kita bikin sendiri acaranya?"

"Halah ribet amat. Gini ni kalo ketinggalan berita. Ndak jelas."

"Loh, emangnya kenapa Den? Ada rencana lain kah?"

"Ya iya lah. Malahan mau ada jogging sama bagi-bagi hadiah diundi." jawab Aden dengan muka nyengir.

"Terus hadiahnya apaan?" aku balik bertanya

Aden mulai menjelaskan. Kalo lagi ambis gini memang dia bisa detail kalo ngomong. Hilang logat jawanya haha


Hari perlombaan tiba. Pagi-pagi jam 6 udah disuruh kumpul di lapangan, untuk diarahkan.

"Adeeeeen, sarapannya dihabisin! Nanti laper pas jogging gimana.." bentak ibuku dari dapur

"Ngga ibuk, nanti Aden juga bisa jajan kalo mau.."

"Oh yo wes, pergi sana," ucap ibuku dengan nada mengusir sambil ngekek.

~

Di tengah perjalanan, seperti biasa, aku melewati rumah Dave. Ternyata dia lagi siap-siap mau ikut jogging juga. Sangat niat lagi, pakek skincare juga. Mungkin mereka takut gosong.

Aku mempercepat langkahku. Males basa-basi dengan mereka, karena bahasanya terlalu resmi. Apalagi Dave, ndak bisa Bahasa Indo sama sekali.

Tiba-tiba aku dengar suara "Hey, Aden, sini sini," dari arah rumahnya. Yaa terpaksa aku melipir, basa basi dengan mereka.

"Halo pak," aku mlebu ke gerbang rumahnya yg terbuka lebar. Di dalam, terlihat Bapak Dave sedang nyiapin bekal buat Dave. Sepertinya dia ikut jogging juga. Aduh ribet ini.

"Begini, hari ini kan akan ada lari di lingkungan, saya mau kamu menemani David, dia mau ikut juga."

"Umm, gini pak, aduh gimana ya ngomongnya," sambil garuk-garuk kepalaku yang penuh ketombe.

"Kenapa Aden? Kamu nggak mau berteman dengan Dave?"

to be continued

#story