Disil's stuff

Satu Semester

Disclaimer: Cerita ini awalnya dibuat berseri, jadi mohon maaf apabila ada beberapa kalimat yang terputus maknanya.

Hore - 1

Kira-kira kalau kita libur 1 semester gimana ya? Tanya temanku Andi yang berperawakan kurus itu. Aku menjawab "Kayanya seru..,". Belum selesai aku menjawab, tiba-tiba hujan turun. Andi segera menyusuri lorong ke kelasnya, yakni kelas 7 yang berada di dekat toilet, meninggalkanku di dekat kantin. Aku berlari menuju kelasku, yakni kelas 8. Karena sekolahku cukup besar, dan kantinku berada cukup jauh dari kelasku, sehingga baju seragamku cukup basah.

Aku langsung duduk di bangku dan mengeluarkan buku tulis dari laci meja. Beruntungnya aku, meja orang lain tidak mempunyai laci. Ada sih, tapi udah bolong-bolong dan kalo ditaruh buku, langsung jeblos. Guru mapel PKN masuk ke ruanganku. Aku heran, ini kan jadwalnya seni, kok malah PKN?

Guru PKN memberitahuku bahwa besok sekolah diliburkan. Aku senang, karena rencananya aku akan bikin video gaming di channel YouTubeku yang sudah lama tidak aku update. Teman-temanku langsung berteriak "Horeeee...". Kata ini adalah salah satu kata yang cukup legendaris dalam dunia sekolah. Pasalnya, jika murid mengucapkan kata ini, itu berarti ada hal baik yang terjadi. Sudah jelas murid tidak mengucapkan kata "Hore" ketika mendapatkan tugas halaman 40-60 di buku paket matematika.

Kata "Hore" tidak terlalu sering diucapkan, jika awal semester 1 ataupun 2. Mungkin, siswa masih semangat sekolah? Well, yes, but actually no! Kata "Hore" tidak diucapkan ketika awal semester 1 dan 2, karena sekolah jarang libur pada awal semester.

Kesimpulannya, kata "Hore" diucapkan ketika siswa merasa sangat amat bahagia, contohnya libur sekolah, selama satu hari, satu minggu, dua minggu, dan seterusnya. Lantas bagaimana jika libur tersebut diperpanjang sampai satu semester? Ikuti cerita ini ya!

I am sick - 2

Saat guru Bahasa Inggrisku sedang asik bercerita, tiba-tiba aku merasa mulas. Aku memegangi perutku yang sakit. Guruku langsung melihatnya, karena aku duduk di bangku paling depan. "What happened to you? Are you sick?" tanya guruku. Aku menjawab "I have stomachache...,". Guruku menyuruh murid lain untuk membantuku berjalan ke UKS.

Aku berdiri dari tempat dudukku. Perut bagian atas terasa nyeri, sangat tidak nyaman. Setelah sampai di UKS, aku diperiksa. Ternyata, aku mengalami sakit maag. Aku heran, bagaimana bisa aku maag, padahal pola makanku teratur?

Aku diberikan informasi ciri-ciri maag. Ternyata, belakangan ini aku sering bersendawa, serta mudah merasa kenyang, padahal baru makan sedikit. Lantas, aku disuruh untuk menimbang berat badan. Aku kaget melihat hasilnya, beratku turun 3 kg. Karena beratku hanya sekitar 38 kg, itu adalah penurunan berat yang sangat banyak.

Setelah diberikan pereda nyeri, aku diantar pulang oleh penjaga sekolah. Ibuku yang sedang menonton TV kaget melihat kedatanganku, dan bertanya apa yang terjadi. Aku menjelaskan semuanya, dan ia langsung memberikan antibiotik. Aku diminta untuk beristirahat sampai aku tidak merasa mual lagi.

Malamnya, ibu menawarkanku izin untuk menggunakan smartphone agar aku 'senang'. Aku dengan senang hati menerima tawaran ini, bahkan sampai jam 4 pagi.

Forgot my socks - 3

Pagi hari yang tidak kutunggu-tunggu telah datang. Hari ini adalah hari aku harus bersekolah, karena sudah dianggap bolos 2 hari. I don't know why the sick letter is only valid for 1 day. Aneh. Memangnya siswa sakit cuman 1 hari? Jangankan siswa, guru pun kalo sakit sampai 1 minggu gak ngajar, menggunakan jurus 1001 alasan, baik itu karena ada demo, diare yang tidak karuan, anak pengen jalan-jalan ngambek, dan segala macam alasan lainnya.

Peraturan tentang 'sakit' ini menurutku adalah salah satu dari peraturan aneh yang ada di sekolah. Menurut kamu bagaimana? Aneh gak? Masa ada sakit cuma 1 hari? Terus kalo sakit lebih dari 1 hari, maka siswa wajib mengirimkan surat kembali, atau, orang tua datang ke sekolah memberitahu guru bahwa anaknya sakit.

Weird rules. Sekolah menerapkan banyak peraturan yang aneh, seperti, rambut tidak boleh panjang. Apa akibat dari mempunyai rambut panjang? Mengganggu konsentrasi? Atau mencegah otak menerima ilmu dari guru? Well, yes, but actually no. Btw, dari tadi aku ngobrol mulu, kapan berangkat sekolahnya?

10 menit kemudian

Aku baru sadar bahwa aku belum memakai baju seragam saat aku membuka pintu pagar rumah. Aku bergegas kembali ke dalam rumah, mencopot sepatu, membuka lemari, dan langsung memakai baju.

Karena sepedaku sedang kempes bannya dan dibawa ayah untuk diperbaiki, maka aku harus jalan kaki ke sekolah. Tidak ada pilihan lain, aku berlari, mengejar waktu.

Singkat cerita, aku sudah di kelas bersama dengan teman-temanku. Salah satu temanku berkata, “Kamu lupa pake kaos kaki ya?” Aku melihat kakiku, ternyata, aku lupa memakai kaos kaki. Aku mencoba menyembunyikannya dengan 'melonggarkan' celanaku sehingga pergelangan kaki ketutup.

Petugas OSIS melakukan razia mendadak. Biasanya mereka menyidak sepatu, siapa yang tidak memakai sepatu sesuai ketentuan sekolah. Izin ke toilet, percuma, justru setelah ke toilet malah yang diperiksa makin banyak.

Dan yap, aku tertangkap basah. Aku diperintahkan untuk berlari mengelilingi lapangan 10 kali. It was unpleasant, kakiku jadi lecet. And.. lets not talk about the smell 😜

Peraturan sekolah - 4

Esok harinya aku masuk sekolah ga pake kaos kaki juga, pake sendal malahan. Gimana mau pake sepatu, kalo sepatunya aja bau dan kakiku luka? Untungnya osis sedang melakukan latihan kepemimpinan, jadi mereka ga ada di sekolah.

Hari ini adalah jadwal guru Pak Amir. Pak Amir adalah salah satu guru favoritku, karena dia melakukan semua yang ada di buku. Tidak seperti guru lainnya, yang hanya membahas materi saja, tanpa melakukan praktek speaking. Memang sih, dulu aku tidak bisa speaking, dan sekarang ya bisa.. tapi sedikit doang dan masih suka ngawur.

Pak Amir punya pemikiran yang sama sepertiku. Buat apa rambut mesti pendek? Memangnya kalo rambut panjang maka ilmu gak bisa menyerap di otak? Tapi bisa jadi peraturan ini ada baiknya juga, bisa jadi agar rambut siswa rapi dan tidak acak-acakan.

Peraturan selanjutnya yang weird adalah seragam yang harus sama. Di luar negeri, tidak banyak sekolah yang menerapkan hal seperti ini. Kenapa sekolah menyuruh siswa memakai seragam? Alasannya agar murid yang miskin dan kaya tidak ketahuan.

Menurutku, siswa miskin dan kaya akan tetap terlihat perbedaannya. Siswa yang kaya akan menggunakan baju seragam putih bersih, sementara siswa yang kurang mampu memakai baju seragam putih yang agak kekuningan, alias bekas pemutih.

Libur ditengah bulan - 5

Sekitar sebulan yang lalu, ada isu mengenai virus. Aku tidak terlalu memperhatikan berita tersebut. Sampai akhirnya, pada bulan ini, virus tersebut masuk ke Indonesia. Aku masih tenang, sampai jumlah pasien yang positif terjangkit virus itu meningkat secara signifikan.

Mulai banyak orang yang memperbincangkan vaksin dari virus ini. Ternyata vaksin nya tidak ada. Para peneliti masih melakukan penelitian, dan oleh pemerintah, semua orang di suruh untuk mencuci tangan secara teratur.

Aku yang awalnya tidak care dengan virus ini, menjadi khawatir. “Apakah virus ini sangat berbahaya?”. Setelah aku mencari informasi, virus yang bernama COVID-19 ini ternyata berbahaya. Sudah banyak yang meninggal dunia karena virus ini.

Aku mencari hand sanitizer di apotek yang letaknya tidak jauh dari rumahku, hanya sekitar 3 – 4 rumah. Apoteker nya bilang, “Oh, udah gak ada dek, kemarin udah diborong orang…,”. Aku pulang dengan perasaan kecewa. Aku berkesimpulan, virus ini tidak boleh disepelekan.

Besok adalah hari Jumat. Hari terakhir aku sekolah dalam seminggu. Setiap hari jumat, aku mempunyai perasaan senang dan juga tidak senang. Senang karena esok harinya akan libur, tapi juga tidak senang karena harus ikut ekskul pramuka.

Sebetulnya kegiatan pramuka itu menyenangkan, asalkan mentor nya tidak gampang marah. Tidak apa-apa sih, galak. Tapi, kita melakukan sedikit kesalahan, hukuman yang diberikan tidak setimpal. Contohnya, ketika ada yang lupa memakai kacu atau baret, maka yang dihukum sekelas. Udah gitu, hukumannya tidak ringan, di suruh membersihkan semua lapangan di sekolah.

2 weeks - 6

Jumat pagi. Baru sampai di sekolah, aku udah jajan :) Padahal aku udah sarapan. Tapi aku gak sendirian, banyak temanku yang mempunyai kebiasaan seperti ku. Padahal, kebiasaan itu tidak bagus lo. Apalagi kalau beli yang berminyak pagi-pagi.

Kalau aku, tidak terlalu sering jajan di pagi hari seperti yang temanku lakukan. Paling, hanya 1 kali dalam seminggu. Biasanya, setelah aku jajan, aku bermain dengan temanku. Tapi hari ini aku tidak terlalu bersemangat, hari ini mendung, dan awan sudah tebal. Aku lebih banyak mengantuk, sama seperti temanku.

Tapi, dibalik rasa kantuk pasti ada kesenangan. Jika hujan turun, maka kegiatan pramuka tidak akan dilakukan, dan sehabis Shalat Jumat siswa langsung dipulangkan.

Singkat cerita, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12. Pelajaran terakhir sudah selesai, dan siswa bersiap-siap melaksanakan Shalat Jumat. Seharusnya begitu, namun teman-temanku bermain di kelas dahulu. Saat azan barulah mereka pergi ke masjid.

Setelah Shalat Jumat, aku memakan bekal yang dimasak oleh ibuku. “jajanan berat” alias makan siang di sekolah tidak disediakan, sehingga siswa harus membawa bekal atau jajan di kantin. Jajanan yang ada di kantin kurang bervariasi, dan tidak membuat kenyang.

Baru saja aku mau menyuap nasi ke mulutku, banyak siswa berlarian berteriak “PULANGGG…”. Aku refleks menutup kotak bekal, lantas memasukkan nya ke dalam ransel dan berlari pulang.

Tapi aku mendengar pengumuman, akhirnya aku masuk lagi ke sekolah. Ternyata, sekolah diliburkan selama 2 minggu. Aku senang. Aku tidak menyangka apa yang akan terjadi di masa depan.

Seorang Introvert - 7

Libur 2 minggu memang tidak terlalu lama. Tapi kalau libur nya lebih lama lagi, bisa jadi membosankan. Tapi sudahlah, terima dan syukuri nikmat yang kita dapat sekarang. Aku memutuskan untuk membangun ulang channel Youtube ku yang sudah lama tidak mengupload video. Merombak desain channel, seperti banner, logo, dan sebagainya.

Aku mabar bersama teman-temanku, baik jarak dekat maupun jarak jauh. Sebetulnya aku lebih suka mabar jarak jauh, tapi komunikasi menjadi ribet. Sehingga aku memilih mabar berdekatan dengan teman-teman di sekitar rumahku. Kurang lebih aku mempunyai 2 – 3 teman.

Yap, aku introvert sejati. Aku juga jarang keluar rumah kecuali ada keperluan. Paling-paling hanya bermain di rumah temanku yang hanya itu-itu aja. Bahkan lebih sering mereka pergi ke rumahku, lantas bermain di rumahku.

Orang yang “introvert” akan lebih suka menyendiri dan menyimpan perasaan sendiri. Jika dia berada di sekumpulan orang yang tidak ia kenal dengan baik, maka ia cenderung diam. Ciri lain dari introvert adalah suka self-talking, alias ngomong kepada diri sendiri. Ini bukan menunjukkan tanda-tanda gila ya… Semua ciri-ciri ini cocok denganku, kecuali self-talking. Aku jarang melakukan self-talking, tapi pernah.

Tidak terasa hampir 2 minggu libur sudah terlewati. Sebentar lagi aku akan kembali masuk ke sekolah.

Liburnya lanjut - 8

Baru saja aku selesai memasukkan buku ke dalam tas. Eh tiba-tiba hp ku berbunyi notifikasi nya. Ternyata ada pesan di grup chat kelas. Aku segera membacanya, dan ternyata libur dilanjutkan selama 2 bulan. Aku kaget, lama banget liburnya?

Bisa-bisa aku jadi legend of rebahan, kalo libur 2 bulan. Gabut level max kalo gini mah. Jadi biar gak gabut, ngapain ya? Baru saja mau berpikir apa yang akan kulakukan selama libur, eh ada pengumuman lagi di hp.

Katanya karena liburnya kelamaan, guru memutuskan untuk tetap melakukan pembelajaran tetapi dari rumah. Aku heran, bagaimana caranya? Aku langsung bertanya di grup saat itu juga.

Tak lama kemudian, aku mendapat jawaban dari guruku, bahwa cara belajarnya adalah dengan menggunakan Classroom. Aku kembali bertanya, apakah ada video call menggunakan aplikasi, misalnya Skype?

Kata guruku, tidak. Hanya menggunakan Classroom. Aku berpikir, kalau hanya menggunakan Classroom, bagaimana cara menyampaikan materi? Bisa sih, lewat Classroom, tapi kurang maksimal.

Lifestyle di rumah - 9

Kacau. Pembelajaran melalui Classroom tidak seperti yang aku harapkan. Harapanku adalah, guru memberikan materi, melalui berbagai media, seperti video, gambar, laman web dan lain sebagainya. Namun kenyataannya, guru hanya memberikan teks “kerjakan soal halaman … di buku LKS”.

Ada juga sih, guru yang memberikan materi. Tetapi ia hanya memberikan sedikit ulasan tentang pelajaran itu, lantas ia memberikan link video yang membahas pelajaran tersebut. Bagus, jika guru itu yang membuat video nya. Sayangnya guru ini hanya mengambil video yang dibuat orang lain dari youtube. Bahkan tidak diberi copyright.

Jika kita berpikir positif, maka akan ditemukan jawaban dari permasalahan ini. Yakni masalah waktu. Guru, jika berada di rumah, selain mengurus rumah, juga mengurus anak. Tentunya mengurus rumah merupakan hal yang sangat menghabiskan waktu. Namun tidak bisa disalahkan juga.

Sehingga waktu yang seharusnya digunakan untuk mengajar menjadi terpotong. Itulah sebabnya mengapa murid selalu komplain, “tugas mulu”. Tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa guru mengalami hal yang paling banyak dialami orang sedunia, yakni “malas”.

Murid juga beranggapan, bahwa di rumah = libur. Padahal, ini adalah belajar di rumah, bukan libur seperti umumnya. Meskipun tetap belajar pelajaran sekolah, namun kita juga bisa melatih skill survival, seperti mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya.

Libur - 10

Minggu terakhir bulan puasa tiba. Aku dan ibuku membuat kue kering dan soto untuk hari lebaran. Lantas bagaimana dengan belajar online nya? Sudah jelas, terhenti tanpa alasan yang jelas. Pembelajaran secara daring hanya berjalan selama 2 minggu, di mana soal menumpuk. Setelah mengumpulkan, ya tidak ada apa-apa lagi.

Tidak ada soal yang diberikan, apalagi materi. Akhirnya, kondisi seperti ini menjadi “liburan”, bukan belajar di rumah. Sehingga banyak orang yang menyebutnya “liburan tak resmi”. Tapi, tetap saja, kita harus tetap waspada dengan grup kelas, karena bisa jadi ada pengumuman mendadak.

Beberapa hari sebelum lebaran, ada pengumuman yang disampaikan oleh wali kelas ku. Ia mengatakan bahwa pembagian hasil belajar selama 1 semester, alias raport, akan dibagikan setelah lebaran. Sekejap setelah aku mengetahuinya, aku langsung membalasnya dengan pertanyaan.

“Bagaimana proses pembagian raport nya? Apakah secara online, atau dengan datang ke sekolah.” Itulah pertanyaan yang aku lontarkan di grup kelas. Keesokan harinya, aku mendapat jawaban dari wali kelas ku. “Agar tidak ribet, jadi sekolah memutuskan bahwa pembagian raport akan dilakukan dengan cara siswa datang ke sekolah.

Jika pembagian raport menggunakan cara yang biasanya, bukannya tidak bisa jaga jarak ya? Sudahlah, liat nanti aja pas bagi raport nya.

Bagi Rapot - 11

Lebaran sudah berlalu. Meskipun aku tidak bisa pulang kampung, namun aku tetap bisa merayakan hari lebaran bersama keluarga inti ku dan juga tetangga ku, karena mereka juga tidak mudik. Biasanya, seperti lebaran tahun kemarin, 75% dari penduduk yang ada di sekitar tempat tinggal ku pulang kampung.

Sayangnya, ada sebagian orang yang tidak mengikuti protokol kesehatan saat solat Idul Fitri. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah sepertinya sudah cukup, ini adalah masalah kemauan masyarakat. Mau mengikuti protokol kesehatan, atau tidak.

Hari ini aku akan bercerita pengalamanku mengenai bagi rapot, yang dilakukan setelah lebaran usai. Jadwal bagi rapot tersebut tidak terlalu jauh dengan lebaran, hanya sekitar 1 Minggu setelahnya.

Hari yang ditunggu oleh para murid tiba. Anak-anak sangat bersemangat, karena akan bertemu dengan temannya. Ada juga sih yang tidak bersemangat, karena mereka sudah berkumpul sebelumnya. Aku diberikan pengumuman oleh wali kelas ku, bahwa pembagian kelas akan dilakukan secara 2 gelombang per 1 kelas. Setiap gelombang tidak boleh lebih dari 18 orang.

Aku masuk di gelombang kedua. Ternyata, tidak semua murid yang masuk gelombang pertama sudah mengambil rapot, justru, malah lebih banyak murid yang mendapat golongan kedua sudah mengambil rapot.

Berarti percuma ditetapkan gelombang pertama dan kedua, nyatanya pada saat pelaksanaan tidak menggunakan urutan berdasarkan gelombang. Oiya, aku juga lihat, bahwa masih banyak dari murid maupun orang tua nya yang tidak menerapkan protokol kesehatan.

Protokol kesehatan yang dimaksud, ya sudah jelas, memakai masker dan jaga jarak. Yang paling susah untuk diterapkan (di sekolah) adalah jaga jarak. Mengapa? Karena urutan pengambilan rapot tidak diatur, sehingga berlaku hukum “siapa cepat dia dapat”. Sebetulnya tidak masalah, namun karena kondisi sedang pandemi, hal itu menjadi masalah yang cukup rumit.

Ada juga beberapa murid yang memakai masker, namun bagian hidungnya tidak tertutup, hanya menutup mulut. Memang sih, sudah mengikuti aturan, yakni memakai masker. Namun lubang hidung tidak tertutup, sehingga bisa saja virus masuk dari hidung yang tidak tertutup masker.

Memang sih, tidak ada yang menjamin “jika anda memakai masker secara benar, maka anda terlindung dari virus 100%”. Tapi setidaknya kita berusaha untuk melindungi diri. Jika sudah menerapkan protokol kesehatan, namun terkena virus, maka itu bukan kekuasaan anda lagi. Ini kekuasaan Tuhan.

Pengambilan Buku - 12

Setelah proses pengambilan rapot yang membingungkan itu, ada lagi proses yang lebih kacau, yakni pengembalian buku lama dan pengambilan buku baru. Entah ada apa, buku yang ada di perpustakaan malah menjadi lantai perpus. Jadi, setiap aku melangkah masuk ke perpustakaan, maka ada sekitar 2 dan 3 buku terinjak atau sobek.

Sangat disayangkan hal ini bisa terjadi. Mungkin pihak perpustakaan juga ingin membereskan buku tersebut, tapi tidak sempat atau tidak mau karena sudah terlalu banyak yang harus dibersihkan.

Setiap anak yang ingin mengembalikan buku harus merapikan beberapa buku, menyusunnya bertumpuk. Jelas cara seperti ini membuat tumpukan antrean yang berada di depan perpustakaan menjadi semakin panjang. Semakin tinggi juga risiko penyebaran virus COVID-19.

Aku memilih untuk masuk duluan, namun bukan yang pertama, agar buku yang harus aku bereskan tidak terlalu banyak. Ketika aku masuk ke dalam perpus, aku langsung mencium bau udara yang tidak enak baunya. Sirkulasi udara nya kurang, karena jendela ditutup mati semua.

Mengapa ditutup? Karena ada air conditioner, tetapi ac tersebut sudah tidak mengeluarkan udara dingin lagi, bahkan sudah bocor di mana-mana. Jika melihatnya, memang agak miris, namun inilah kenyataannya. Bahkan ada beberapa buku yang basah terkena air dari ac tersebut, dan nasib buku tersebut sudah jelas, akan dibuang.

Petugas perpustakaan menyuruhku untuk menyebutkan setiap buku yang aku pinjam, dan dia mencentang checklist. Setelah itu, aku diminta untuk membawa tumpukan buku tersebut dan susun sesuai mata pelajaran. Proses ini hanya sebentar.

Lalu, aku dipersilakan untuk mengambil buku pelajaran kelas selanjutnya. Nah, masalahnya di sini. Setiap satu pelajaran ada sekitar 3 atau 4 macam buku, aku bingung harus memilih yang mana. Akhirnya, aku bertanya pada petugas perpustakaan, namun dia malah marah “susah amat, ambil aja terserah yang mana”.

Aku tidak mau mengambil sembarangan, karena bisa jadi guru tidak memakai buku tersebut, nanti ketika guru menjelaskan “buka halaman…” aku menjadi bingung karena buku yang aku miliki beda dengan buku yang guru itu miliki.

Lagi berpikir, tiba-tiba petugas perpus datang menghampiriku dan berkata “udah selesai belum? cepetan, temen kamu juga mau ngambil”. Aku menjawabnya “sebentar lagi, saya bingung ingin memilih buku yang mana”. Ia menjawab “ambil yang mana aja sih terserah..”. Aku kembali menjawab ” Di sini ada 3 buku yang berbeda kurikulum, yang mana yang harus saya pilih…,”

Petugas perpustakaan tersebut langsung beracting seolah-olah dia mendapat panggilan penting. Dalam hati aku tertawa, “hp nya saja tidak mengeluarkan getaran/bunyi, masa ada panggilan xD”.

Untungnya, ada salah satu guru yang baru saja masuk perpustakaan dan melihat kami berdua. Dia menanyakan apa yang sedang terjadi, dan aku jelaskan semuanya. Ia berkata, pilihlah buku yang mempunyai kurikulum 2013. Aku langsung sigap mencari dan seketika menemukan semua buku pelajaran.

Seharusnya pihak sekolah memberikan petunjuk, buku mana yang sesuai dengan kurikulum terbaru, berikan gambarnya. Masalah selesai, dari pada seperti aku tadi, apalagi petugas perpustakaan ternyata tidak tau buku mana yang harus dipinjam.

Itulah proses bagi rapot dan peminjaman buku di sekolah ku. Ribet dan membingungkan, serta menghabiskan waktu yang banyak.

Kenapa libur? - 13

Aku diberikan libur sekitar 2 minggu. Temanku mengeluh, karena ini adalah libur yang paling pendek selama sejarah bersekolah. Menurutku, libur kali ini pendek karena jatah hari liburnya sudah diambil sebelum lebaran. Jadi aku tidak heran mengapa libur setelah bagi rapot hanya sebentar.

Singkat cerita, tahun ajaran baru dimulai. Aku menyampul buku sesuai mata pelajaran yang ada, yakni 15 mata pelajaran. Setelah dihitung-hitung, ternyata aku kurang 5 buku dan sampulnya. Aku pergi ke toko alat tulis untuk mencari buku baru, juga sampulnya, karena sampul yang aku punya sudah terlihat kusam dan lama, bisa-bisa gampang robek.

Sesampainya di toko atk, aku bertemu dengan seorang anak dan ayahnya sedang memfotokopi kartu siswa nya. Sepertinya dia adalah siswa pondok pesantren yang letaknya lumayan jauh dari tempat aku tinggal.

Yang membuat aku heran adalah, dia memakai baju seragam sekolah, lengkap dengan sepatu dan tas. Apakah dia diizinkan untuk masuk sekolah? Atau, sekolah menyuruhnya masuk? Apalagi dia anak pondok pesantren, tinggal di sana setiap hari. Bukannya risiko penularan virus tinggi ya?

Sekolah umum aja belum dibuka, masa ponpes sudah? Itulah yang pertama kali terpikirkan di dalam benakku ketika melihat anak tersebut memakai seragam sekolah.

Tapi mari berpikir positif. Mungkin ponpes tersebut telah menyiapkan protokol kesehatan yang sangat ketat, sehingga risiko penularan bisa dikurangi. Jika seperti itu, aku setuju saja. Namun, aku melihat beberapa ponpes di luar sana mengadakan acara yang mengumpulkan banyak orang dalam satu tempat, dan tidak memakai masker. Agak mengerikan juga.

Masalahnya, jika satu saja dari santri di ponpes terinfeksi virus COVID-19, maka semua santri yang ada di ponpes tersebut harus di swab test, dan tentunya biayanya tidaklah murah. Lebih baik mencegah daripada mengobati, lagipula vaksin belum ditemukan sampai saat ini.

Untuk saat ini, lebih baik tetap di rumah, selagi bisa. Kecuali jika terpaksa, seperti orang tua yang harus mencari nafkah untuk keluarganya, dan tidak bisa dilakukan secara online (WFH).

Ketika aku dalam perjalanan pulang ke rumah, aku melihat sekelompok remaja yang sedang mabar di bale-bale. Mabar sih gapapa, tetapi kalau di dalam satu tempat kecil, itulah masalahnya. Bukannya kita bisa melakukan mabar jarak jauh? Memang sih, tidak ada sensasi nya, dan komunikasi di dalam game menjadi lebih sulit.

Tapi kan sekarang sedang wabah, sehingga memang kita terpaksa untuk stay at home. Justru menurutku, mabar jarak jauh lebih mengasyikkan, karena kita dituntut untuk menggunakan voice chat atau text chat di dalam game untuk berkomunikasi. Karena lebih ribet, sehingga setiap mengirim text chat, maka omongan yang kita sampaikan akan menjadi lebih efektif.

Kelas baru, masalah baru - 14

Libur 2 minggu sudah selesai. Tidak terasa, dan aku hanya menghabiskannya untuk bermain game di hp. Yap, kegiatan yang aku lakukan sangat tidak produktif. Tetapi, ada sedikit kekacauan yang terjadi, ketika libur ini sudah selesai.

Pemilihan wali kelas di kelasku sepertinya lebih lambat dibanding dengan kelas lain. Entah kenapa, mungkin karena kelas aku adalah kelas unggulan (gak sombong ya XD), sehingga wali kelas dipilih secara ketat. Gak tau juga sih, itu hanya asumsiku.

Kelas lain sudah memulai pembelajaran, sementara kelasku belum. Bahkan, di kelas lain hampir semua guru mata pelajaran sudah memperkenalkan diri dan sudah memberi tugas. Kelasku, boro-boro mau belajar, kelas di classroom aja belum di bikin.

Kurang lebih kelas lain sudah memulai pembelajaran selama 1 minggu, akhirnya sekolah mengumumkan wali kelas baru di kelasku. Hari itu juga dia langsung dimasukkan ke dalam grup wa kelas. Setelah itu, dia langsung memperkenalkan diri dan memberi kode kelas setiap mata pelajaran.

Dan, besoknya kekacauan terjadi, kode-kode kelas tersebut “tertindih” oleh chat obrolan antara calon ketua kelas dengan wali kelas baru ku. Akhirnya, ada lagi siswa yang bertanya “bU kodE kElaS mtk aPa bU?”. Dan, pertanyaan itu terus muncul berminggu-minggu setelahnya, seperti ekosistem kebun.

Pada saat hari pertama pembelajaran (di kelasku) di mulai, banyak guru yang tidak memperkenalkan diri. Setelah aku tanyakan kepada wali kelas, katanya guru-guru sedang sibuk mengurus penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Menurutku, walaupun guru sibuk mengurus PPDB, tetap saja pembelajaran siswa di kelas masing-masing harus di urus dengan baik. Lagipula, PPDB nya online, seharusnya tidak terlalu sulit layaknya PPDB pada umumnya, di mana guru2 harus standby setiap saat di sekolah untuk mengurus dokumen maupun seragam siswa baru.

Masalah lainnya adalah kurangnya literasi. Contoh: Wali kelas menulis pengumuman di grup seperti ini: “Tanggal 28 dan hari esoknya kita libur”. Nah, nanti pasti ada yang bertanya begini: “Jadi liburnya hari apa bu?”. Kadang kan kalau kita sedang bad mood, lantas membaca pertanyaan seperti ini, akan membuat emosi kita menjadi 100%.

PJJ dimulai - 15

Pembelajaran jarak jauh akhirnya di mulai, setelah mengalami berbagai kendala. Pada awalnya, hampir semua guru menyapa dan memberikan tugas, namun setelah seminggu PJJ berlangsung, banyak guru yang tiba-tiba hilang entah kemana. Dia juga tidak memberikan kabar atau pun info kepada wali kelas ku.

Suatu hari aku bertanya kepada wali kelasku, “kenapa banyak guru yang tidak memberikan materi, tugas, bahkan menyapa saja tidak?” lantas dia menjawab, “Jika guru berada di rumah, maka pekerjaan yang dia lakukan akan semakin banyak”. Aku heran, “kenapa bisa begitu bu?”. Ia lantas berkata “Ya karena guru harus mencari materi di internet, dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.”

Aku sebetulnya masih belum puas dengan jawaban yang diberikan oleh wali kelasku. Aku sebetulnya ingin tau, memangnya sesulit itukah mencari materi di internet? Sepertinya tidak susah-susah amat…, Namun, sayangnya sebelum aku sempat bertanya, wali kelasku bilang bahwa dia harus pergi. Entah mau melakukan apa, bisa jadi dia hanya menghindariku.

2 minggu setelah PJJ dimulai, pola pengajaran dari setiap guru mulai terlihat. Ada yang rajin memberi video materi dan juga tugas, seperti matematika dan IPA. Namun ada juga yang tidak terlihat sama sekali, atau hanya memberikan tugas yang bertumpuk, seperti IPS.

Terkadang aku juga menanyakan hal tersebut kepada guru mata pelajaran itu lewat kolom komentar di tugas. Namun, hampir semua guru sepertinya tidak membaca kolom komentar tugas Classroom. Atau, dia membacanya namun tidak menjawab. Mungkin dia bingung cara menjawabnya.

Aku follow akun official kemendikbud. Di sana terdapat banyak informasi yang berfaedah mengenai pendidikan, sesuai dengan nama kementerian tersebut. Kalau kalian melihatnya, sejak setelah lebaran berlangsung, ada banyak netizen yang komplain mengenai kapan jadwal masuk sekolah.

Hampir di setiap pos yang diterbitkan, pasti ada yang komen “pAk kaPaN mAsuK SekOLah?”. Namun, ada juga yang berkomentar “pak minta kuota..”. Ada juga orang tua yang komplain, karena guru yang mengajar tidak efektif dan hanya memberikan tugas. Dari keseluruhan jenis komentar di atas, yang paling banyak adalah netizen yang minta sekolah dibuka.

Tetap saja, permintaan masuk sekolah adalah permintaan khalayak. Namun, pemerintah tidak bisa mengabulkan permintaan tersebut begitu saja, karena dia harus menyiapkan protokol kesehatan yang ketat. Lihat saja negara lain, contohnya Inggris. Dia sudah membuka sekolah selama kurang lebih 2 minggu, lantas kembali memberlakukan PJJ karena meningkatnya kasus positif COVID-19. Dan hal ini bukan hanya terjadi di Inggris.

Padahal, jika kita bandingkan, sistem kesehatan yang dimiliki Inggris lebih bagus dibanding yang Indonesia miliki. Jadi, pemerintah tidak membuka sekolah adalah keputusan yang benar. Lebih baik tingkatkan kualitas PJJ agar pembelajaran lebih efektif dan siswa tidak bosan hanya menerima tugas mengerjakan soal yang jenisnya itu-itu saja.

Isu - 16

Sekitar 1 bulan setelah pembelajaran dimulai, semakin banyak pula netizen mengeluh tentang “kapan masuk sekolah” di medsos manapun. Bahkan pembuat meme pun membuat meme mengenai betapa tidak enaknya sekolah di rumah. Oiya, kemendikbud juga membuat acara di TVRI, yang berjudul Belajar Di Rumah.

Acara ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi. Maksudnya adalah agar anak-anak tidak gabut ketika berada di rumah. Namun, acara ini juga mendapat komplain dari orang tua maupun guru. Menurut siswa, dia bingung apakah harus menonton acara ini, atau mengerjakan tugas dari sekolah. Apalagi yang menggunakan Video Conference untuk penyampaian materi.

Di sekolahku, aku tidak disuruh untuk menonton acara “Belajar Di Rumah” maupun video conference. Idk why my school doesn’t do conference. Menurutku, acara Belajar Di Rumah malah lebih bagus dibandingkan pengajaran di sekolah pada umumnya. Banyak hal menarik (yang tidak ada di buku pelajaran) dijelaskan di sini.

Bahkan pernah ada suatu hari dimana acaranya mengenai cara menghafal dan membuat film. Yang pasti hal ini akan menambah wawasan kita, agar kita tidak berkutat di sekitar buku pelajaran saja.

Komplain dari orang tua dan guru adalah tidak adanya pengelompokkan acara per kelas. Yap, memang tidak ada pengelompokkan acara per kelas, adanya hanya per satuan pendidikan, yakni SD 1-3, SD 4-6, SMP, SMA, SMK. Ada juga yang mengeluh, “Kenapa soal yang diberikan oleh guru tidak sama dengan materi yang ada di acara Belajar Di Rumah”. Menurutku, materi tidak dikelompokkan per kelas itu wajar saja, kan jika dibikin acara per kelas, maka jam tayangnya bisa sampai sore.

Pemerintah tidak tinggal diam mengenai masalah ini. Kira-kira awal Agustus, pemerintah mengeluarkan pernyataan bahwa zona hijau boleh melakukan kegiatan tatap muka. Seperti biasa, hal ini kembali menimbulkan kekacauan di publik. Ada yang setuju, dan ada yang tidak setuju.

Ada beberapa daerah yang mencoba untuk membuka sekolah, namun sekitar seminggu langsung ditutup. Ada juga daerah yang berkeras untuk tidak membuka sekolah, namun mendapatkan tekanan dari masyarakat. Akhirnya pemerintah daerah setempat memutuskan untuk membuka sekolah di daerah tersebut. Ketika siswa ingin masuk sekolah, maka harus ada persetujuan dari komite dan wali murid dari setiap siswa. Dan, mayoritas orang tua setuju. Apalagi anak-anak, mungkin bisa dikatakan sekitar 80% anak-anak mendukung pembelajaran tatap muka.

Teman-temanku juga mendukung pembelajaran tatap muka, alasannya karena ketika PJJ, guru hanya memberikan soal. Kalo aku sih, lebih baik tidak masuk, sampai vaksin ketemu. Karena tidak ada yang bisa menjamin keselamatan murid selama berada di sekolah.

Simulasi PTM - 17

Sesuai judulnya, liburku telah habis, dan kembali memulai pembelajaran jarak jauh. Namun, tiba-tiba saja pemerintah mengumumkan bahwa sekolah di zona hijau dan zona kuning juga akan dibuka. Aku kaget. Kenapa zona kuning ikut-ikutan dibuka? Kan masih banyak daerah yang zona kuning di Indonesia. Ditambah lagi, secara mistis seluruh kota maupun kabupaten di Provinsi Banten (tempatku tinggal) mendadak berubah menjadi kuning.

Apakah ini ada hubungannya dengan usaha pemerintah agar ekonomi tetap berjalan? Agar sopir angkot tetap dapat penghasilan? Menurutku tidak juga, karena walaupun sekolah belum dibuka, angkot tetap penuh dengan orang-orang yang pergi maupun pulang dari kerja. Atau karena orang-orang yang berjualan di kantin sekolah? Tidak juga, peraturan untuk buka sekolah (yang ditulis oleh pemerintah) menuliskan bahwa kantin sekolah tidak boleh dibuka, karena menjadi tempat anak-anak berkumpul.

Sampai akhirnya tibalah daerah tempat tinggalku untuk pembukaan sekolah. Gosip tetangga akhirnya membahas mengenai hal itu, masing-masing berargumen dengan argumennya sendiri, ada yang setuju, ada yang tidak. Bahkan di masjid pun obrolannya mengenai hal itu. Sangat semangat seperti ketika pembahasan mengenai pemilihan presiden.

Hari itu pun tiba. Aku memakai baju seragam sekolah untuk pertama kalinya setelah satu semester. Itu alasannya aku menamai cerita ini satu semester. Oiya, sedikit info, karena satu semester sudah terlewati, maka aku akan menamatkan cerita ini sebentar lagi. Tenang, masih ada cerita lain kok yang akan aku posting di All About Disil.

Ok, mari kita lanjutkan cerita. Aku berangkat ke sekolah menggunakan sepeda. Kenapa? Karena aku masih ragu akan kebersihan dan protokol kesehatan yang ditetapkan di angkutan umum yang ada di sekitar lingkunganku. Aku sering melihat angkot itu penuh sampai sekitar 10 orang didalamnya.

Setelah tiba di sekolah, suhu tubuhku diperiksa oleh petugas penjaga gerbang sekolah dengan menggunakan sebuah alat. Aku lupa namanya. Habis itu, aku disuruh untuk segera masuk kelas. Kelas sudah disusun secara rapi, yakni hanya ada 18 kursi dan meja didalamnya. Suasana menjadi lebih lega dan memberikan feeling yang lebih segar.

Sekitar setengah jam kemudian, guruku masuk, dan menyuruh semua siswa untuk mencuci tangan. Aku menerapkan jaga jarak ketika mencuci tangan, namun teman-temanku, malah berebut didekat wastafel. Kan percuma ada spanduk besar di depan sekolah yang bertuliskan “pakailah masker dan lakukan jaga jarak”.

Kesimpulanku dari satu hari masuk sekolah ini adalah, guru lebih fokus memperhatikan protokol kesehatan, akhirnya materi menjadi ketinggalan. Makanya, lebih baik tetap PJJ, karena guru hanya akan fokus di pemberian materi dan tugas.

PJJ (again) - 18

Sesuai dengan judul, sekolahku kembali melakukan pembelajaran jarak jauh. Mengapa? Karena ada yang positif di wilayah tempat aku bersekolah. Bukan di sekolahku, tapi masih satu kecamatan. Aku ingin bercerita sedikit, ketika aku sedang melakukan pembelajaran di sekolah.

Ketika aku berada di sekolah, beberapa guru hanya memerhatikan materi yang diajarkan, dan kembali menggunakan metode zaman dahulu ketika mengajar kepada murid, yakni hanya menulis di papan tulis dan memberikan soal. Jika ditanya, mengapa metode belajarnya seperti itu, alasannya “karena kalau diskusi kan harus berdekatan, sementara kita harus mengikuti protokol kesehatan”.

Kan banyak metode pembelajaran lain selain memberikan soal atau diskusi. Mungkin gurunya males atau gimana kali… Btw, ada beberapa isu yang kembali beredar di masyarakat, yakni isu mengenai hoax adanya virus COVID-19. Terlepas dari virus ini apakah memang benar ada atau tidak, lebih baik kita berjaga-jaga.

Informasi lain yang sedang beredar di masyarakat adalah pembagian kuota dari Kemendikbud. Nah, kalau ini bukanlah isu, ini adalah informasi yang benar. Jadi, Kemendikbud mengeluarkan pernyataan, bahwa setiap siswa di Indonesia akan mendapatkan kuota sebanyak 35 GB per bulan, selama 4 bulan sampai Desember. Kan lumayan tuh, bisa mendapatkan 35 x 4 = 140 GB total.

Karena aku ingin mendapatkan kuota itu (Ya siapa sih yang ga pengen xD), aku menanyakan mengenai kebijakan itu ke wali kelas. Lantas wali kelasku menjawab, bahwa pembagian kuota ini akan segera dirapatkan, jadi tunggu saja kabar selanjutnya. Singkat cerita, setelah 3 hari menunggu, aku akhirnya mendapatkan kabar baru mengenai hal ini.

Dikatakan bahwa siswa akan mendapatkan kartu perdana dari operator A (nama samaran), yang sudah terisi kuota sebanyak 1 GB. Nantinya, siswa diminta untuk melakukan aktivasi kartu tersebut, dan akan mendapatkan 30 GB tambahan, sehingga totalnya 31 GB. Siswa juga disuruh untuk mengunduh aplikasi operator A dan mengklaim promo dari aplikasi tersebut. Banyak siswa yang happy mendengar kabar tersebut, ada yang tidak. Aku termasuk yang tidak senang mendapat kuota tersebut.

Why? Aku heran, kenapa siswa akan mendapat kartu perdana baru, padahal kalau melihat di aturan resmi yang ditulis di Kemendikbud, sekolah hanya tinggal mendaftarkan nomor siswa ke Dapodik, lantas nanti siswa akan mendapatkan kuota tersebut, langsung masuk ke nomor siswa tersebut (cmiiw). Aku juga heran, kenapa siswa hanya mendapatkan kuota sebesar 31 GB, padahal kan harusnya 35 GB. Bukannya aku fakir kuota juga sih, tapi kan, kalau ada kesempatan untuk dapat yang lebih banyak, kenapa nggak?

Kuota yang nggak bisa dipakai - 19

Masalah mengenai pembagian kuota masih terus berlanjut. Hari ini, aku diminta datang ke sekolah, untuk mengambil kartu perdana yang sudah berisi kuota sebanyak 1 GB. Ketika aku sampai di sekolah, ternyata sudah banyak temanku yang berada di sana.

Akhirnya, untuk pertama kali sejak aku naik kelas, aku bertemu secara langsung dengan wali kelasku. Lucu juga sih, baru ketemu wali kelas setelah 3 bulan masuk xD. Tidak seramah yang aku kenal di Whatsapp, mungkin karena di Whatsapp dia mengira ada orang tua yang memantau kondisi percakapan, sehingga dia lebih ramah. Tapi itu hanyalah asumsi belaka, dan semoga saja tidak benar.

Setelah mengambil kartu secara berebut, kami diminta untuk mengisi absen. Aku dan teman-temanku diperingatkan, untuk mengisi juga kolom nomor hp. Di mana kolom tersebut diisi oleh nomor yang baru saja diberikan. Setelah itu, kami juga diberi sebuah voucher, berisi kuota sebanyak 1 GB. Lalu aku memutuskan untuk kembali ke rumah, karena hari sudah mulai siang dan panas matahari mulai menyengat

Apalagi aku menggunakan sepeda, pasti tidak enak terkena sinar matahari yang akan membuat gosong xD. Sesampainya di rumah, wali kelasku menyuruh untuk registrasi nomor tersebut. Lantas dia menyuruh untuk mengunduh aplikasi operator tersebut. Aku kaget. Kenapa mesti download aplikasi operator segala? Bukannya tinggal masukkin voucher terus udah ya?

Aku menanyakan hal tersebut ke wali kelas, lagi-lagi jawabannya sangat standar, dan tidak memuaskan. “Wah kalau soal itu ibu tidak tahu, download aja, nanti redeem kuota 30 GB nya di situ”, ujar wali kelasku. Akhirnya, aku memutuskan untuk mendownload aplikasi tersebut, akrena penyimpanan hp ku masih banyak xD.

Setelah download, lantas daftar, aku disuguhi menu redeem. Memang, kuota tersebut bsa di redeem sebanyak 30 GB, tapi kuota tersebut bukanlah kuota utama. 15 GB adalah kuota Edukasi, dan sisanya adalah kuota conference. Sebetulnya, kuota conference tersebut bermanfaat, jika guru melakukan tatap muka melalui aplikasi conference. Sayangnya, guru di sekolahku tidak melakukan hal tersebut. Jadi, kesimpulannya kuota 30 GB tadi adalah useless, kecuali aku menggunakan aplikasi yang ada di daftar aplikasi edukasi atau conference yang sudah ditetapkan oleh operator.

Lantas bagaimana dengan voucher yang diberikan saat masih di sekolah? Nah, hanya kuota tersebut yang kuota utama. Dan, jumlahnya hanya 1 GB. Kalau aku, 1 GB mah bisa habis dalam sehari, bagaimana mau dipakai sampai 4 bulanan xD

Ending

Semua kembali normal, seperti pada saat awal COVID-19. Setelah pembagian kuota, yang ternyata hanya kuota belajar berukuran 15 GB. Lantas mengapa banyak orang yang komplain mengenai kuota belajar ini? Karena kuota ini hanya bisa membuka aplikasi tertentu. Aplikasi Google Classroom pun tidak masuk di dalam kuota ini.

Apalagi guru sering memberikan materi lewat youtube. Oh iya, setidaknya guru di sekolahku sudah mulai melakukan peningkatan, dengan tidak hanya memberikan tugas, tetapi juga memberikan materi, walaupun videonya masih berkualitas kurang, dan sulit untuk dipahami.

Aku akhirnya bisa kembali duduk lega dan bermain game di hp, tanpa perlu kepikiran segala macam hal yang bikin ribet. Walaupun, terkadang aku juga masih suka ditanyain hal-hal teknis oleh teman-temanku, seperti ditanya “kok g bisa ngirim jawaban”.

Apapun cerita yang dibuat, maka minumnya teh botol sosro pasti ada akhirnya. Inilah Satu Semester, cerita mengenai kehidupan sekolahku selama 1 semester, dan kegiatan tersebut menjadi pindah ke rumah, karena adanya COVID-19. Terjadi banyak kasus, yang akhirnya bisa terselesaikan, walaupun tidak sesuai harapanku.

Banyak elemen cerita ini diambil dari kehidupan nyataku, terutama pada masalah terakhir, yakni pembagian kuota. Benar, nominalnya sama. Dan tanggapan guru mengenai kuota belajar tersebut juga sama.

Terakhir, aku ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu berjalannya cerita ini. Meski sempat struggle pada seri 5-8, akhirnya cerita Satu Semester bisa lanjut sampai selesai. Baiklah, terima kasih telah membaca cerita ini. Sampai jumpa di seri cerita lainnya!

#story